Rekening Suap Kemenhub Gunakan Gabungan Nama Jokowi dan Prabowo
Jakarta, HanTer - Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan menceritakan mengenai proses pembuatan dan penggunaan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang diatasnamakan "Joko Prabowo" yang berasal dari gabungan nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
"Kalau nama Joko Prabowo diambil pada saat pemilihan pemilu. Dulu ada calonnya Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Jadi nama saya buatan saja Joko Prabowo," kata Adi Putra saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Adi Putra Kurniawan didakwa menyuap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono sebesar Rp2,3 miliar karena terkait pelaksanaan pekerjaan pengerukan pelabuhan dan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK).
Dalam dakwaan disebutkan Adi Putra Kurniawan membuka beberapa rekening di Bank Mandiri menggunakan KTP palsu dengan nama Yongkie Goldwing dan Joko Prabowo sehingga pada 2015-2016 membuat 21 rekening di bank Mandiri cabang Pekalongan dengan nama Joko Prabowo dengan tujuan agar kartu ATM-nya dapat diberikena kepada orang lain yaitu anggota LSM, wartawan, preman di proyek lapangan, rekan wanita dan beberapa pejabat di kementerian Perhubungan.
"Untuk ATM Joko Prabowo sengaja saya buat banyak, pertama 3-4 kartu, dengan harapan orang di lapangan saya banyak ketemu LSM atau orang mana, dengan harapam dikembalikan lagi ke saya, tapi kebanyakan tidak kembalikan," ungkap Adi.
Adi juga punya beberapa nama alias lainnya. "Nama lain, Yeyen nama kecil saya. Dulu dari orang tua, manggil saya hingga teman-teman masih memangil saya ada juga yang bilang itu. Yeyen nama panggilan saja, Yongki dikasih nama di pulau Bali. Waktu itu pernah tinggal di Bali tapi orang bule susah bilang yeyen, jadi bilang Yongki," tambah Adi.
KTP atas nama Yongki dibuat di Bali dengan nama Yongki Goldwing yang diambil dari merek Honda Goldwing karena Adi pernah ikut club motor besar.
Adi memberikan ATM paling banyak untuk orang-orang LSM. "LSM itu punya JP, jatah preman. Saya buat sampai 22 kartu ATM, yang 21 saya berikan kalau 1 dipergunakan untuk keperluan pribadi saya," ungkap Adi.
Menurut Adi, setiap daerah punya LSM-LSM yang sering mengganggu pekerjaan. Namun, selain diberikan ke LSM, ATM itu juga diberikan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) misalnya di kabupaten Pulang Pisau.
"Pulang Pisau itu kabupaten lokal yang baru, Indomaret belum ada, kalau ke sana untuk bisa sampai ke 'project' harus naik 'speedboat' 3-4 jam jadi saya berikan ATM untuk belanja PPK dan KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yang setiap hari ke lapangan, terutama akhir pekan," tambah Adi.
KPA di kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Pulang Pisau saat itu adalah Otto Patriawan. Selanjutnya diberikan juga kepada Kepala KSOP Tanjung Mas Semarang Gajah Rooseno.
"Pada 16 Agustus 2017, ATM untuk Pak Gajah dikembalikan ke orang saya, namanya Wahyu Nasutuon. Jadi keterangan saya Rp1,1 miliar untuk Gajah Ruseno ternyata Pak Gajah baru gunakan Rp400-an juta, sisanya Rp600 juta lebih dikembalikan ke saya, karena orang saya tidak bisa lapor ke saya setelah saya ditangkap," tambah Adi Putra.
Adi juga mengakui memberikan ATM atan nama Joko Prabowo kepada Dirjen perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono secara bertahap sejak Agustus 2016 sampai Agustus 2017 yang totalnya RP2,3 miliar.
"Pertama diberikan pada Agustus 2016 di di ruang kerja Pak Dirjen lantai 4, karena saya merasa utang budi sama Pak Tonny, semenjak Pak Tonny menjabat, jadi syarat pelelangan disamakan, jadi kita lebih profesional mengikuti lelang di pelabuhan laut menggunakan LPSE, tinggal bersaing harga, jadi itu lebih profesional, sehingga kalau saya ada rezeki maka mau bantu beliau untuk operasional" jelas Adi.
Adi menceritakan bahwa Tonny mengucapkan terima kasih dan tidak pernah menolak atas pemberian kartu ATM-nya itu.
"Total ada Rp2,3 miliar, saya baru lapor ATM sudah diisi dulu baru saya sampaikan ke beliau, setelah saya kirim beliau tidak pernah mengatakan akan kirim balik, tapi kan sampai sekarang belum dipergunakan seluruhnya oleh beliau jadi masih ada Rp1,1 miliar," imbuh Adi.
Atas perbuatannya itu, Adi Putra Kurniawan didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Ant)