Kontras: Masyarakat Jangan Terpancing Kekerasan-Perkusi
Jakarta, HanTer - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengharapkan warga jangan sampai terpancing dengan berbagai peristiwa kekerasan dan persekusi terhadap beragam tokoh agama yang terjadi di sejumlah tempat.
"Kami berharap masyarakat tidak terpancing dengan rangkaian peristiwa kekerasan dan persekusi," ujar Koordinator Badan Pekerja Kontras Yati Andriyani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (12/2/2018).
Menurut dia, sepanjang tahun 2017, Kontras mencatat telah terjadi 75 peristiwa kekerasan berdimensi agama dan keyakinan.
Ia mengutarakan kekhawatirannya bahwa peristiwa-peristiwa penyerangan, kekerasan, intimidasi dan persekusi berpotensi terjadi sepanjang tahun ini.
Terlebih, lanjutnya, tahun 2018 merupakan tahun politik dimana sebanyak 171 provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada secara serentak.
"Oleh karenanya pengungkapan kasus dan kekerasan di atas, termasuk kekerasan terhadap tokoh agama di atas sebaiknya tidak hanya dilihat secara terpisah kasus per kasus, dimensi politik menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 harus menjadi pertimbangan dalam mengungkap kasus ini," ucap Yati.
Untuk itu, Kontras mendesak seluruh elemen pemerintah terkait harus melakukan langkah-langkah preventif meluasnya tindakan dan efek lanjutan, serta mengusut kasus dengan sistematis, motif dan dapat mengungkap dalang di balik peristiwa-peristiwa ini.
Yati juga mendesak Komnas HAM, Bawaslu dan kepolisian mengambil langkah tegas terhadap individu, kelompok atau partai politik yang menggunakan isu SARA atau mengambil keuntungan dari isu SARA untuk dalam kontestasi Pilkada 2018.
Di tempat terpisah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta masyarakat mempercayakab penanganan kasus kekerasan terhadap pemuka agama kepada aparat hukum.
"Saya selaku Menag berharap masyarakat agar memberikan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas sehingga tidak perlu main hakim sendiri dan terprovokasi untuk melakukan tindak balasan," kata Lukman di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Menag menyebutkan kejadian yang menimpa sejumlah pemuka agama apalagi terjadi di rumah ibadah adalah tindak kekerasan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan atas dasar alasan apapun juga.
Kedua, ia berharap peristiwa kekerasan yang terjadi di Sleman DI Yogyakarta, menjadikan aparat penegak hukum lebih serius lagi mengungkap motif di balik peristiwa itu.
"Ini tidak cukup hanya sebatas memberikan informasi bahwa ini dilakukan oleh orang tidak waras, orang hilang ingatan, perlu pengungkapan yang lebih jelas apa motif di balik peristiwa ini sehingga umat beragana tidak lagi terpicu atau berpotensi mendudga duga bahwa ini sesuatu yang direkayasa," tuturnya.
Ketika ditanya apakah perlu pemasangan "CCTV" di rumah ibadah dan memberi pengawal kepada pemuka agama, Lukman mengatakan itu adalah bagian dari usaha meningkatkan keamanan dan kewaspadaan.
Lukman juga mengatakan bahwa semua harus punya kesadaran yang tinggi bahwa Indonesoa adalah bangsa religius sehingga semua akrivitas tidak bisa dipisahkan dengan unsur keagamaan.
(zamzam)
loading...